Jatuhnya harga emas pada pekan lalu dipicu oleh beberapa faktor: rally pada pasar saham, data ekonomi yang ternyata lebih baik dari perkiraan, dan berita positif mengenai vaksin virus Corona.
Namun, anehnya sebagian besar analis Barat percaya bahwa logam kuning ini akan stabil disekitar $ 1,800 lalu kemudian akan meningkat lebih tinggi ditahun depan.
Grup Perbankan Australian dan Selandia Baru (ANZ) menyatakan bahwa berita uji coba vaksin yang berhasil tidak akan berdampak pada harga emas, karena mengutip suku bunga riil, inflasi dan dolar AS yang lebih lemah sebagai pemicu yang akan mendorong emas diperkirakan akan menjadi $ 2,100 pada tahun depan.
Bahkan Canadian Imperial Bank of Commerce (CIBC) menyatakan harga emas akan mencapai $ 2,300 pada 2021.
Mengenai aksi jual aset yang terjadi baru-baru ini, TD Securities menyebutnya sebagai sesuatu yang "salah arah," dan menambahkan bahwa gagasan yang menyatakan kita akan membutuhkan lebih sedikit insentif merupakan kesalahan. Bank pun menyatakan tidak yakin bahwa ekonomi akan kembali normal dalam waktu dekat.
Apakah ini berarti bahwa pasar meremehkan jumlah stimulus yang akan dibutuhkan tahun depan, terutama karena Biden telah memilih Janet Yellen sebagai Menteri Keuangan AS berikutnya?
Banyak yang mengatakan bahwa Yellen dapat bekerja sangat baik dengan The Fed untuk menstimulasi ekonomi, dan menggambarkan Yellen sebagai ketua yang lemah lembut dan pendukung pengeluaran saat dibutuhkan.
Namun, tentu saja tidak semua bank menyetujui hal tersebut.
Misalnya, Bank of America yang malah bersikap netral dalam hal ini. Mereka percaya bahwa harga rata-rata emas aka sedikit diatas kisaran $ 2,000 pada tahun depan.
Sementara itu, Westpac, memiliki pandangan yang lebih negatif terhadap emas. Mereka memprediksi harga emas akan turun menjadi $ 1,650 per ounce dalam dua tahun kedepan.