
Dinamika mata uang AS mengalami siklus perkembangan tertentu. Para ahli percaya bahwa sekaranglah waktunya untuk sebuah penurunan, yang akan digantikan oleh pertumbuhan yang akan berlangsung setiap saat. Namun tampaknya penurunan USD ini mungkin akan tertunda.
Pada pagi hari tanggal 19 Februari dolar AS mengalami konsolidasi setelah mengalami penurunan signifikan selama 10 hari terakhir. Sekarang, sedikit lebih rendah di tengah ketidakpastian pemulihan ekonomi negara tersebut, tetapi tetap masih belum membuahkan hasil. Hari ini, pasangan EUR/USD diperdagangakan di kisaran 1.2127-1.2128. Banyak ahli mengatakan bahwa mereka tidak mengesampingkan kemungkinan penurunan ke level 1.2000.

Para investor dan trader masih fokus pada kondisi ekonomi AS dan prospek pemulihannya pasca COVID-19. Pasar sendiri pada umumnya kecewa dengan data pasar tenaga kerja AS yang lemah. Oleh karena itu, investor dan trader kembali menganalisis ulang statistik kontroversial ini. Dapat diingat bahwa hal ini menunjukkan optimisme di awal pekan: penjualan ritel AS di bulan Januari naik 5.3% setelah turun 1% di bulan Desember. Namun, situasinya telah berubah. Masalahnya terletak pada laporan pasar tenaga kerja yang negatif, yang telah diterbitkan pada hari Kamis lalu. Sangat wajar untuk dicatat bahwa jumlah aplikasi awal untuk tunjangan pengangguran AS untuk minggu sebelumnya naik 13 ribu, yaitu, masing-masing menjadi 861 ribu. Situasi ini bertentangan dengan perkiraan penurunan dari para analis yang sebesar 765 ribu.
Faktor utama lain yang membuat pasar tetap berada di ujung tanduk adalah usulan paket stimulus baru senilai $ 1.9 triliun dari Presiden AS, Joe Biden. Penerapan stimulus fiskal berikutnya dilakukan dengan latar belakang ekspektasi inflasi yang meningkat, yang juga berdampak negatif terhadap dinamika dolar AS. Laporan negatif pada pasar tenaga kerja AS juga menambah tekanan pada mata uang negara tersebut.
Para ahli khawatir bahwa ketidakpastian saat ini akan memicu ketidakseimbangan pasar. Kebijakan moneter super lunak dari The Fed, yang dikejar oleh otoritas Amerika, juga telah memperburuk situasi. Hal tersebut diharapkan dapat membantu meminimalkan dampak negatif COVID-19, namun bagi dolar AS, strategi ini ternyata menjadi jebakan. Situasinya telah jatuh kedalam lingkaran yang buruk dan hanya dapat berharap untuk menstabilkan situasi ketika ekonomi pulih.
Berdasarkan statistik terbaru AS, negara tersebut telah mencatat pertumbuhan langsung dalam harga konsumen dan produksi. Hal ini yang sebelumnya menyebabkan dolar turun dan harga aset yang dierdagangakan di bursa menjadi tumbuh, tetapi keadaan saat ini telah berubah. Saat ini, pertumbuhan harga dapat memicu putaran inflasi lainnya, yang akan melebihi pemulihan ekonomi Amerika. Dalam kasus seperti itu, Fed akan mulai mengetatkan kebijakan moneter.
Dalam konteks ini, mata uang AS menunjukkan keinginan untuk melanjutkan pertumbuhannya, tetapi kekurangan sumber daya. Menurut para analis, peran familiar dari dolar sebagai mata uang safe haven saat ini sedang dipertanyakan. Dan kondisi ini menjadi kondisi seperti tas yang berlubang, yang diibaratkan secara bertahap terus kehilangan potensinya. Aliran ini hampir tidak terlihat, jadi tidak berdampak pada pasar. Namun para ahli memperingatkan bahwa situasi ini dapat menjadi ancaman khusus bagi dolar AS dan ekonomi AS.