Para ekonom dan analis pasar menyebut tahun 2022 sebagai titik balik.
Meskipun pertumbuhan ekonomi global semakin menurun dibandingkan dengan pemulihan bersejarah pada 2021, para analis memprediksi tahun yang baru akan lebih baik.
Diduga perubahan dalam kebijakan moneter akan mengarah pada penurunan likuiditas di pasar. Bagaimanapun, para ekonom tidak percaya ini akan berdampak besar pada aktivitas ekonomi. Kebanyakan analis mengharapkan aktivitas ekonomi global akan tumbuh setidaknya 4% pada tahun depan karena konsumsi yang stabil, karena konsumen akan mulai menggunakan dana yang terkumpul selama masa karantina.
Menurut kepala ekonom dan Managing Director untuk ekonomi dari BMO Financial Group, Douglas Porter, ekonomi dunia akan tumbuh 4,5% pada 2023 dan 4,0% pada 2022.
Kristina Hooper, Chief Investment Officer Invesco, mengharapkan aktivitas stabil pada awal 2022. Ia percaya akan terjadi penurunan pada akhir tahun itu.
Pada waktu yang sama, para ekonom dari Bank of America menyebut tahun 2022 sebagai awal dari neraca keuangan. Mereka tidak mengharapkan ekonomi dunia mencapai keseimbangan, tapi kemajuan dipastikan akan terjadi. Menurut prediksi Bank of America, pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat akan naik 4% tahun depan, dengan sebagian besar aktivitas terjadi di paruh pertama tahun ini.
Michelle Meyer, kepala ekonom di BofA, juga mengatakan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga, tapi tidak akan mengganggu situasi yang stabil.
Sebelumnya pada bulan Desember, the Fed menegaskan kemungkinan tiga kenaikan suku bunga pada tahun depan. Menurut CME FedWatch Tool, pasar mengharapkan kenaikan suku bunga pertama terjadi paling cepat bulan Mei.
Wells Fargo saat ini memprediksi pertumbuhan ekonomi global sebesar 4,5%, sementara ekonomi AS juga mendekati pertumbuhan sebesar 4,5%.
Ekonom kepala BofA Michelle Meyer menyebut tekanan pada harga konsumen akan tetap tinggi tahun depan. Sebagai tambahan, Bank Sentral AS itu tidak akan melaju lebih cepat dari kurva inflasi.
Bahkan, sebagian besar ekonom percaya bahwa the Fed tidak akan menggunakan suku bunga untuk menghadang inflasi, yang dapat mencapai 6% menurut sebagian perkiraan.
Sebagian analis pasar memperingatkan bahwa kenaikan inflasi dapat memicu stagflasi; namun, sebagian besar ekonom menganggap ini memiliki risiko yang rendah pada tahun 2022.