Harga batubara di Tiongkok turun ke rekor terendah pekan ini setelah Indonesia mengizinkan beberapa pengiriman dari pelabuhan, yang mengisyaratkan bahwa larangan ekspor yang baru-baru ini diterapkan dapat dipertimbangkan kembali.
Awal bulan ini, eksportir batu bara terbesar di dunia memberlakukan larangan sementara atas pengiriman ke luar negeri karena khawatir tidak memiliki cukup pasokan di pasar lokal.
Presiden Joko Widodo juga mengancam para penambang dengan pencabutan izin jika mereka gagal mengirimkan jumlah batu bara yang dibutuhkan untuk konsumsi dalam negeri.
Langkah ini menimbulkan kekhawatiran tentang gangguan pasokan, dan para analis Morgan Stanley mencatat bahwa larangan ekspor batubara Indonesia akan secara efektif memotong sekitar 40% dari pasar batubara maritim dalam semalam selama puncak musim konsumsi di belahan bumi utara.
Pemerintah akan membahas larangan itu lagi pada hari Rabu, meskipun sudah melepaskan 14 kargo karena pembeli telah membayarnya.
Justian Rama, analis Citigroup, menyatakan: "Tidak ada lagi larangan ekspor yang berarti bahwa penambang batu bara Indonesia harus melanjutkan aktivitas normal. Mungkin akan ada penurunan harga batu bara."
Penurunan tersebut akan membawa kelegaan bagi pasar batu bara, terutama karena harga telah melonjak sejak akhir tahun lalu, setelah Eropa terus tenggelam lebih dalam ke dalam krisis energi.
Rally tersebut memicu kekhawatiran akan keamanan pasokan karena di Indonesia, persediaan lebih rendah dari biasanya, yang menjadi alasan usulan larangan tersebut. Pemerintah khawatir akan terjadi pemadaman listrik besar-besaran meskipun sudah ada mekanisme untuk menyediakan batu bara yang cukup untuk konsumsi lokal.
Tiongkok adalah pembeli terbesar batubara Indonesia dan konsumen terbesar bahan bakar fosil di dunia ini.