The Fed akan dipaksa meningkatkan perlawanan terhadap inflasi jika minyak terus naik.
Menurut Bloomberg Intelligence, pertumbuhan harga minyak menghasilkan tekanan pada inflasi, yang dapat menjadi masalah bagi the Fed yang telah berjuang melawan tekanan harga yang tinggi.
Ahli strategi komoditas senior dari Bloomberg Intelligence, Mike McGlone, mengatakan bahwa jika harga minyak terus naik, the Fed akan mulai bereaksi dengan lebih kuat.
Ia mengatakan bahwa harga minyak yang tinggi berarti inflasi tinggi. Faktanya, minyak Brent telah naik 25% sejak November. Minyak diperdagangkan di dekat level tertinggi 7 tahun di atas $88 per barel pada hari Rabu.
Menurut Reuters, orang dalam OPEC tidak mengecualikan kenaikan harga minyak sebesar $100 per barel dalam beberapa bulan mendatang, khususnya di tengah pertumbuhan permintaan dan terbatasnya persediaan.
Terakhir kali minyak diperdagangkan di $100 adalah pada tahun 2014. OPEC percaya bahwa tekanan pada harga minyak akan naik dalam dua bulan mendatang.
Faktor-faktor geopolitik juga mendorong kenaikan harga minyak. Pertumbuhan dalam harga minyak seperti itu dapat menjadi sinyal untuk jual aset-aset berisiko. Pada waktu yang sama, McGlone menambahkan bahwa karena the Fed sibuk melawan inflasi yang tinggi, akan semakin sulit untuk mendukung pasar.
Ahli strategi komoditas senior ini juga menjelaskan bahwa jika harga minyak mulai turun, ini akan membantu mengurangi inflasi tinggi. Salah satu pemicu yang dapat menunjukkan puncak potensial harga minyak adalah level dasar (bottom) saham.
Memungkinkan untuk minyak mencapai puncaknya, seperti yang dicapai minyak pada 2014 dan 2018. Dan menurut Departemen Energi, inversi cadangan minyak mentah dunia dan bahan bakar cair yang diestimasi untuk 2023 lebih sejalan dengan harga mendekati $63 per barel dibandingkan dengan harga saat ini.
