Sekretaris Bendahara AS Janet Yellen akan meminta G20 untuk berusaha mengakhiri pandemi COVID-19 di negara-negara berkembang dan memastikan mereka memiliki sumber yang diperlukan untuk pemulihan, Departemen Keuangan AS mengatakan.
Sebuah rapat virtual dari kementerian keuangan G20 dan gubernur bank sentral akan dilaksanakan hari Selasa dan Jumat.
Pejabat keuangan AS menggarisbawahi prioritas rapat, yang akan datang seiring kasus COVID-19 varian Omicron menurun di banyak negara maju namun masih meningkat di banyak negara berkembang. Negara tuan rumah Indonesia melaporkan rekor harian dari 57.049 kasus baru.
Negara paling tinggi populasinya di Asia Tenggara ini berencana melaksanakan rapat keuangan G20 di Bali. Namun, berpindah ke Jakarta pada Januari. Kemudian, rapat ini bertransformasi menjadi sebuah pertemuan hibrida dengan banyak pejabat yang berpartisipasi secara virtual.
Yellen akan meminta G20 untuk melaksanakan kebijakan mereka terhadap kondisi negara individu dan menutup celah dalam akses vaksin untuk negara miskin.
Hal ini termasuk upaya dukungan oleh IMG, World Bank, World Trade Organization, dan World Health Organization untuk mengatasi hambatan global dalam penyebaran vaksin, terapi, dan diagnostik.
Yellen juga akan meminta G20 untuk mendukung dana global bertempat di World Bank untuk berinvestasi dalam pencegahan pandemi dan persiapan, estimasi di $75 miliar.
Sekretaris Bendahara akan mengungkapkan keyakinannya bahwa diantara 136 negara, saatnya telah tiba untuk menandatangani perjanjian untuk pajak perusahaan minimum global 15%, sehingga akan berlaku di tahun 2023.
Demokrat dalam Kongres AS mendukung ketetapan pajak internasional, pejabat resmi mengatakan.
Yellen juga akan membahas masalah aksi iklim yang lebih intensif untuk memenuhi target pengurangan karbon emisi, termasuk mobilisasi lebih banyak modal swasta untuk membiayai peralihan dari bahan bakar fosil. Sumber daya publik dapat membantu menarik pembiayaan swasta tambahan untuk mengurangi emisi, pejabat itu menunjuk.
