Harga emas terus naik di tengah meningkatnya inflasi dan krisis saat ini di Ukraina. Kombinasi ketegangan geopolitik dan inflasi yang tinggi sangat kondusif bagi kenaikan harga emas dan perak ke depan.
Selain itu, tekanan jual yang kuat, yang mengarah ke penurunan harga saham AS, memaksa pelaku pasar untuk mengalihkan Dolar yang berisiko ke investasi di aset safe-haven.
Ketiga indeks utama menurun tajam.
Indeks NASDAQ Composite menurun 3,21%:
Standard & Poor's 500 menurun 2,64%:
Dow Jones Industrial Average menurun 2,18%:
Indeks harga konsumen (CPI) menunjukkan bahwa pada bulan Januari, inflasi naik ke level tertinggi 40 tahun dan mencapai 7,5%. Berbeda dengan indeks PCE (indeks pilihan yang digunakan oleh Federal Reserve), CPI mencakup biaya energi dan makanan.
Oleh karena itu, ini adalah barometer yang jauh lebih realistis dari tekanan inflasi saat ini. Dengan harga minyak mentah yang rebound kuat, CPI untuk bulan Februari kemungkinan mencerminkan harga pangan dan energi yang naik, dengan inflasi jauh di atas 7,5%. Pada tanggal 10 Maret, Biro Statistik Tenaga Kerja akan merilis data CPI untuk bulan Februari.
Minyak mentah berjangka terus meroket. Kontrak berjangka minyak mentah ringan yang paling aktif naik 3,14%, atau $3,63.
Ini akan tercermin dalam kenaikan harga bensin, yang sekarang dapat menelan biaya hingga lima atau enam Dolar per galon di Amerika Serikat.
Emas telah melampaui $2.000 per ounce:
Tingkat inflasi saat ini, ditambah dengan krisis di Ukraina, akan terus memberikan support yang kuat untuk emas dan menyebabkan lebih banyak pertumbuhan harga logam mulia. Tekanan inflasi terus naik dan konflik di Ukraina terus meningkat, yang tentunya akan terus mendukung kenaikan harga emas.
Kini, emas diperdagangkan di atas $2.000, kemungkinan besar $2.000 akan menjadi level support baru.