Kriptokurensi pertama, Bitcoin, sudah merasakan dampak dari kebijakan moneter Fed. Dalam perjuangannya melawan inflasi, The Fed telah sangat memperkuat dolar AS dan mendukung imbal hasil obligasi pemerintah. Akibatnya, modal bergerak keluar dari pasar kripto ke instrumen berdasarkan mata uang AS. Meskipun demikian, investor jangka panjang masih percaya pada Bitcoin meskipun mereka menahan diri untuk tidak aktif trading dalam menghadapi pengetatan moneter.
Namun, situasinya bisa memburuk. Kami mencatat bahwa strategi pengetatan moneter Fed dikembangkan tanpa memperhitungkan situasi di Ukraina. Tekanan sanksi dan gangguan pada rantai pasokan mendorong kenaikan inflasi menjadi 8,5% pada bulan Maret. Setelah itu, anggota regulator mengambil sikap yang lebih agresif terhadap kenaikan suku bunga. Dengan demikian, James Bullard mengatakan bahwa pada bulan Mei suku bunga dapat dinaikkan menjadi 0,75%. Ini menjadi sinyal yang sangat negatif, mengingat kurs saat ini sekitar 0,25%. Peningkatan sebesar 50 basis poin sekaligus menunjukkan ketergesaan dan kebutuhan akan tekanan likuiditas yang lebih besar.
Sekarang mari kita bahas bagaimana ini akan memengaruhi Bitcoin dan pasar kriptokurensi. Menurut Arcane Research, korelasi positif aset kripto dengan NASDAQ terus meningkat. Ini menunjukkan bahwa investor pada tahap saat ini menganggap BTC sebagai aset berisiko tinggi yang sebanding dengan saham. Akibatnya, kriptokurensi ini dalam situasi di mana kebijakan bank sentral diarahkan untuk menentangnya. Kenaikan suku bunga tidak hanya akan mengurangi likuiditas dan menyebabkan arus keluar dana dari pasar kripto, tetapi juga mengurangi status BTC sebagai sarana untuk melindungi risiko.
Menurut pejabat Fed, inflasi diperkirakan mencapai target 2%-3% pada akhir tahun 2022. Pada saat yang sama, suku bunga direncanakan naik menjadi 3% selama 8 bulan ke depan. Ini menjadi periode yang sangat singkat untuk penurunan likuiditas yang begitu besar. Inflasi pada akhirnya dapat melambat, tetapi dengan cara ini, Bitcoin akan kehilangan relevansinya sebagai lindung nilai jangka panjang terhadap inflasi. Mengingat penurunan likuiditas mendatang, Bitcoin mungkin memiliki potensi terbatas sebagai aset safe-haven dan investasi yang menguntungkan. Selain itu, emas telah membuktikan statusnya sebagai penyimpan nilai.
Artinya, jika tidak bertahan dari penurunan likuiditas dan arus keluar investor institusional, BTC akan kehilangan daya tariknya sebagai lindung nilai terhadap risiko. Aset ini tidak akan dapat pulih ke level tertinggi lokal, yang tidak akan memungkinkan trader untuk mengambil keuntungan sehingga mereka dapat berinvestasi dalam mata uang kripto lagi. Dengan penurunan likuiditas, BTC dianggap sebagai Titanic, bukan sekoci. Meskipun demikian, komponen deflasi aset belum hilang. Jadi, ketika semua kekhawatiran pasca kenaikan suku bunga mereda, sebagian besar investor berisiko tetap berada di luar perahu.
Pada 25 April, BTC/USD berhasil mencapai level tertinggi lokal di $43 ribu. Selanjutnya, penjual melumpuhkan pembeli berkat volume penjualan besar dan korelasi dengan pasar saham. Kurangnya likuiditas dapat memengaruhi struktur naik dan menyebabkan penurunan ke area $32 ribu-$35 ribu. Jika dalam beberapa hari mendatang harga menembus support di $39 ribu, BTC akan menukik ke $35 ribu-$35 ribu. Jika support cukup kuat dan pembeli meningkatkan aktivitasnya, maka aset tersebut berpeluang menembus $40 ribu dan melompat ke channel $43 ribu-$45 ribu didukung oleh momentum bullish. Namun, menurut keadaan pasar saat ini dan peristiwa ekonomi makro selanjutnya, investor mungkin tidak terlalu optimis dalam waktu dekat.
