USD/JPY pulih pada awal pekan yang baru. Jumat lalu, pasangan mata uang ini turun sebesar 1,4%, menunjukkan kinerja terburuk di antara semua pasangan dolar AS utama. Mari kita telaah alasan di balik penurunan tajam ini dan mengapa banyak ahli kehilangan keyakinan pada pemulihannya.
Apa yang melemahkan USD?
Menuju akhir pekan sebelumnya, dolar AS mengalami penurunan tajam di seluruh pasar. Pada akhir trading Jumat, indeks dolar AS turun hampir 0,8%, tetapi dolar AS mengalami kerugian yang cukup besar terhadap yen Jepang. Pasangan USD/JPY ditutup di 142,12, turun sebesar 1,4% dan mencapai level terendah dalam dua pekan.
Penyebab utama penurunan nilai mata uang Amerika adalah data upah non-pertanian AS yang mengecewakan untuk bulan sebelumnya, yang dirilis pada tanggal 7 Juli. Rilis data tersebut ternyata lebih buruk dari perkiraan, menurunkan harapan pasar terhadap kenaikan suku bunga lebih lanjut di Amerika.
Menurut laporan tersebut, perekonomian As menambahkan jumlah pekerjaan terendah dalam 2,5 tahun pada bulan Juni, hanya 209.000 pekerjaan. Angka ini di bawah perkiraan awal para ekonom sebesar 225.000 dan jauh lebih rendah dibandingkan dengan angka pada bulan Mei sebesar 306.000.
Terlepas dari perlambatan yang signifikan di pasar tenaga kerja AS, para trader masih mengharapkan Fed untuk menaikkan suku bunga kunci sebesar 0,25% pada bulan Juli. Para pelaku pasar memperhitungkan kemungkinan sebesar 88% untuk skenario tersebut.
Namun, rilis terbaru tentang upah non pertanian telah mempengaruhi harapan investor secara signifikan mengenai kenaikan suku bunga lainnya tahun ini. Saat ini, skenario tersebut terlihat sangat tidak realistis bagi pasar, dengan peluang terjadinya hanya diperkirakan sebesar 40%.
Prospek kenaikan suku bunga pada bulan Juli yang berpotensi menandai akhir siklus ketatnya kebijakan moneter Fed menimbulkan tekanan besar pada imbal hasil obligasi AS di seluruh kurva imbal hasil. Jumat lalu, imbal hasil obligasi 5 tahun turun menjadi 4,29%, sedangkan imbal hasil 10 tahun turun menjadi 4,02%.
Penurunan tajam dalam imbal hasil obligasi AS menjadi faktor bearish utama bagi USD/JPY. Selain itu, yen menerima support tambahan dari statistik upah Jepang pada akhir pekan.
Laporan Menteri Tenaga Kerja Jepang menunjukkan bahwa upah nominal di negara tersebut mencatat laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 1995 pada bulan Mei. Hal ini secara signifikan meningkatkan spekulasi di kalangan sebagian besar peserta pasar bahwa Bank of Japan (BOJ) dapat melakukan normalisasi kebijakan moneternya lebih awal dari yang diperkirakan.
"Negosiasi gaji yang lebih kuat mulai membuahkan hasil, ini yang diinginkan oleh BOJ. Mereka telah mengatakan dengan sangat jelas bahwa jika mereka melihat bukti adanya pertumbuhan gaji yang lebih berkelanjutan dan lebih kuat, hal tersebut dapat memberi mereka keyakinan yang lebih dalam mencapai target inflasi mereka dan kemudian mengubah kebijakan yang longgar," kata strategis MUFG, Lee Hardman.
Prospek bearish untuk USD/JPY
Laporan terbaru upah non pertanian menunjukkan pasar tenaga kerja AS telah melemah dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Namun, pertumbuhan pekerjaan secara keseluruhan di AS tetap tinggi.
Dengan mempertimbangkan hal ini, bersama dengan tingkat inflasi saat ini yang dua kali lipat target Fed, banyak analis cenderung mengarah pada kemungkinan kenaikan suku bunga bulan ini.
Namun, harapan akan langkah pada bulan Juli dapat mendukung dolar AS jika tidak ada satu catatan penting. Spekulasi mengenai pelonggaran kebijakan moneter di AS dalam beberapa bulan mendatang sedang beredar aktif di pasar.
Terdapat risiko yang tinggi bahwa spekulasi semacam itu dapat makin meningkat pekan ini, menempatkan tekanan besar pada bulls dan memicu aksi jual kedua pada USD.
Bloomberg melaporkan bahwa hedge fund telah beralih ke sikap bearish terhadap dolar AS untuk pertama kalinya sejak bulan Maret, berdasarkan keyakinan mereka bahwa Federal Reserve mendekati akhir siklus kenaikan suku bunga.
Diperkirakan bahwa dalam beberapa hari mendatang, penurunan dolar akan tetap mendominasi dan mereka akan didukung oleh rilis data inflasi AS yang akan dipublikasikan pada hari Rabu, 12 Juli.
Berdasarkan prakiraan para ekonom, harga konsumen di AS melambat menjadi 3,1% dari 4,0% pada bulan Juni. Jika data CPI memenuhi estimasi atau bahkan di bawah prospek, hal tersebut kemungkinan akan mengurangi kemungkinan kenaikan suku bunga setelah pertemuan FOMC pada bulan Juli.
Namun, indikator utama bagi para trader adalah CPI inti, yang tidak termasuk harga makanan dan energi. Jika angkanya turun dari pembacaan sebelumnya, yaitu 5,3% menjadi 5,0% atau lebih rendah, hal tersebut bahkan akan mempertanyakan kenaikan suku bunga pada bulan Juli, ujar Kit Juckes, seorang analis di Societe Generale.
Menurutnya, dalam skenario seperti itu, USD/JPY akan berisiko mengalami penurunan tajam seperti yang terjadi pada pekan lalu.
Juckes memprediksi bahwa data inflasi yang lemah di AS dapat menyebabkan penurunan pada USD/JPY sebesar 1,4% menjadi 140.
Situasi teknikal saat ini
Pekan lalu memberikan pukulan berat bagi bulls USD/JPY, sehingga bearish unggul. Indeks Kekuatan Relatif (RSI) turun ke level 50,00, sedangkan garis merah Moving Average Convergence Divergence (MACD) melintasi di atas nol.
Untuk meredakan tekanan negatif, USD/JPY perlu menembus di atas level 144,00. Level resistance terdekat saat ini adalah di SMA 20-hari di 142,75, diikuti oleh 143,00 dan 143,60.
Di sisi lain, level support utama saat ini berada di 142,00, 141,40, dan 140,35.