Mata uang Jepang sedang berada dalam tren penguatannya yang terpanjang sejak tahun 2018. Nilainya telah naik terhadap dolar AS selama tujuh sesi berturut-turut. Selama periode ini, yen telah menguat lebih dari 4% dan mencapai level tertinggi dalam dua bulan. Beberapa analis percaya bahwa ini merupakan awal dari tren bullish untuk ten dan memprediksi akan mencapai level-level baru.
Mengapa JPY tumbuh?
Pagi ini, mata uang Jepang terus naik dengan indahnya terhadap greenback. Pada saat tulisan ini dibuat, pasangan USD/JPY telah turun sebesar 0,23% ke level 137,71.
Selama sepekan terakhir, pasangan mata uang ini turun lebih dari 3%. Terakhir kali pasangan mata uang ini mengalami penurunan tajam seperti ini adalah pada bulan Januari.
Penurunan yang sangat tajam pada nilai tukar dolar pekan ini disebabkan oleh dua faktor:
- melemahnya harapan hawkish mengenai kebijakan moneter masa depan Federal Reserve;
- spekulasi mengenai kemungkinan penyesuaian pengendalian kurva imbal hasil pada pertemuan Bank of Japan pada bulan Juli.
Dalam beberapa hari terakhir, para investor telah secara signifikan merevisi prakiraan mereka mengenai jalur kenaikan suku bunga di AS di masa depan.
Probabilitas kenaikan suku bunga lagi oleh Fed bulan ini saat ini diperkirakan oleh trader berjangka lebih dari 90%. Namun, banyak pelaku pasar yang tidak lagi percaya bahwa Fed akan terus menaikkan suku bunga setelah kenaikan pada bulan Juli.
Tentu saja, pembicaraan tentang kemungkinan jeda dalam kampanye anti-inflasi di AS tidak muncul begitu saja. Pekan lalu, para investor menerima laporan ketenagakerjaan yang lemah di AS, dan pekan ini, statistik inflasi yang cukup suram.
Rilis bulan Juni yang diterbitkan Rabu lalu menunjukkan perlambatan yang signifikan baik pada inflasi utama maupun inti secara tahunan. Masing-masing indikator tersebut turun menjadi 3,0% dan 4,8% dibandingkan dengan angka bulan Mei yaitu 3,5% dan 5,3%.
Laporan mengenai harga produsen di AS kemarin lebih menguatkan keyakinan bahwa inflasi di negara tersebut telah mengambil jalur penurunan yang kuat. Pada bulan Juni, indeks PPI mengalami kenaikan hanya sebesar 0,1% secara tahunan. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan prakiraan (0,4%) dan nilai sebelumnya (1,1%).
Tren deflasi yang stabil yang saat ini diamati di AS mengindikasikan bahwa Federal Reserve mungkin tidak lagi memiliki kebutuhan mendesak untuk memperketat kondisi moneter dalam beberapa bulan mendatang.
Sementara itu, di Jepang, tren sebaliknya dari kenaikan harga konsumen sedang muncul. Inflasi di negara tersebut terus meningkat dan mungkin akan segera menjadi lebih berkelanjutan jika didorong oleh kenaikan upah.
Pekan lalu, para trader menerima laporan mengenai upah yang kuat di Jepang untuk bulan Mei, yang sangat mendorong para pelaku pasar yang memegang posisi beli terhadap yen. Para pembeli JPY telah lama menunggu agar upah mulai tumbuh dengan laju yang lebih tinggi untuj mendorong permintaan konsumen dan mendorong inflasi di negara tersebut.
Pada skenario tersebut, Bank of Japan tidak akan memiliki pilihan selain memulai untuk menaikkan suku bunga, yang sejauh ini tetap berada dalam wilayah negatif.
Pengetatan kondisi moneter di Jepang akan mempersempit selisih antara suku bunga negara tersebut dan suku bunga di Amerika Serikat, yang lebih lanjut memperkuat yen terhadap dolar.
Tentu saja, pada tahap ini, ketika manajemen BOJ terus mengirimkan sinyal yang dovish secara aktif ke pasar, tidak ada alasan untuk mengharapkan perubahan kebijakan moneter yang cepat.
Namun, terdapat alasan yang kuat untuk mengharapkan Bank of Japan akan mengambil langkah hawkish pertamanya secepat bulan ini.
Saat ini, pasar penuh dengan spekulasi bahwa bank sentral akan melakukan penyesuaian terhadap mekanisme Yield Curve Control (YCC) pada pertemuan bulan Juli sebagai tanggapan terhadap lonjakan imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun baru-baru ini dan harapan inflasi yang meningkat.
Berdasarkan survei terbaru, rumah tangga Jepang mengharapkan inflasi tahunan rata-rata mencapai 10,5% tahun depan, yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan target Bank of Japan sebesar 2%.
Seperti yang dapat kita lihat, latar belakang fundamental yang ebelumnya mendukung penguatan dolar AS, akan berubah mendukung penguatan mata uang Jepang. Menurut banyak analis, hal ini akan menyebabkan penurunan berkelanjutan dalam carry trading dan aksi jual pasangan USD/JPY.
"Fed hampir selesai dengan kenaikan suku bunga kerena tekanan inflasi di AS melemah, sedangkan inflasi di Jepang meningkat dan ini mungkin memicu perubahan pada kebijakan BOJ. Jika tren kebijakan yang diterima secara umum berubah secara tak terduga, carry trading seperti posisi beli pada pasangan mata uang dolar/yen dapat dibatalkan," ujar ahli strategi mata uang, Chan Wei Lian.
Prospek jangka pendek untuk USD/JPY
Pada hari terakhir pekan trading ini, pasangan dolar/yen mungkin menerima sedikit pendorong setelah rilis indeks sentimen konsumen Universitas Michigan.
Jika data ternyata optimis, pasangan mata uang ini dapat mengembangkan koreksi ke atas. Selain itu, kondisi oversold yang ekstrem dapat menghalangi para trader untuk membuka posisi jual baru.
Namun, para penjual saat ini didukung oleh sinyal bearish MACD dan penembusan yang jelas dari garis support penting sebelumnya di dekat 139,50.
Jika harga ditutup di bawah pertemuan DMA di sekitar 137,00, pasangan mata uang ini dapat menguji support naik yang dibentuk pada pertengahan bulan Januari 2023 di dekat 153,40 pada saat penulisan artikel ini. Penembusan di bawah level ini dapat dengan cepat membuka jalan ke level psikologis di 130,00.