Kemarin, pasangan USD/JPY ambruk setelah publikasi data ekonomi AS yang lebih lemah dari perkiraan. Statistik tersebut secara signifikan memperburuk prakiraan suku bunga menjelang simposium Federal Reserve di Jackson Hole. Jika besok Jerome Powell mengisyaratkan bahwa pasar salah, hal ini dapat menyegarkan dolar AS. Namun, pemulihan tajam greenback dapat berubah menjadi bencana besar bagi pasangan USD/JPY.
Penurunan tajam USD/JPY
Pada hari Rabu, USD/JPY menunjukkan kinerja terburuk di antara semua pasangan utama dolar. Nilai tukar anjlok lebih dari 0,7%, turun ke level terendah 14 Agustus di 144.845.
Sebaliknya, pada minggu lalu, pasangan USD/JPY melonjak dan diperdagangkan pada level tertinggi 9 bulan di 146.565 karena para trader aktif bertaruh pada kelanjutan kebijakan agresif The Fed.
Namun kemarin, investor merevisi prakiraan mereka mengenai kebijakan bank sentral AS ke depan. Pemicunya adalah publikasi data aktivitas ekonomi AS dari S&P Global bulan Agustus.
Statistik menunjukkan bahwa pada bulan ini, aktivitas bisnis di AS mendekati stagnasi, menunjukkan pertumbuhan terlemah sejak bulan Februari. Indeks gabungan, yang mencakup sektor manufaktur dan jasa, turun menjadi 50,4 di bulan Agustus dari 52 di bulan Juli.
"Data ini mengancam narasi 'eksepsionalisme AS' yang telah diperdagangkan di pasar selama beberapa minggu terakhir," ujar analis Michael Brown. "Baru-baru ini, ketakutan terhadap resesi telah berkurang, dan prakiraan pertumbuhan PDB meningkat. Namun, statistik kemarin memberikan gambaran yang lebih baik tentang keadaan perekonomian AS."
Risiko resesi yang semakin besar kembali melemahkan ekspektasi hawkish pasar menjelang simposium tahunan Federal Reserve di Jackson Hole. Hal ini menyebabkan penurunan tajam imbal hasil Treasury AS 10-tahun.
Kemarin, indikator ini turun sebesar 13 bp menjadi 4,198%, menandai penurunan satu hari paling signifikan sejak bulan Mei. Penurunan tajam imbal hasil obligasi AS ni memberikan tekanan signifikan pada pasangan USD/JPY.
Untuk membalikkan tren pasar saat ini, para trader harus melihat perubahan signifikan dalam prakiraan The Fed. Jika besok, dalam pidatonya, Ketua Fed mengisyaratkan tahap pengetatan tambahan tahun ini dan menekankan perlunya mempertahankan kenaikan suku bunga lebih lama, hal ini akan memperkuat dolar AS.
Mayoritas analis kini condong ke arah skenario ini. Prediksi menunjukkan bahwa pada hari Jumat, greenback mungkin menunjukkan pertumbuhan parabola ke segala arah, termasuk aset USD/JPY.
Para ahli memperingatkan bahwa trader yang melakukan trading mata uang utama USD/JPY harus sangat berhati-hati dalam waktu dekat. Jika pemulihan suku bunga terlalu tajam, kemungkinan besar hal ini akan memicu intervensi mata uang dari Tokyo.
Seberapa besar kemungkinan intervensi Valas?
Pada Kamis pagi, pasangan USD/JPY memulai koreksi ke atas. Pada saat berita ini ditulis, harga telah naik sebesar 0,24% dan menetap di atas level penting 145. Hingga saat ini, banyak pelaku pasar menganggap hal ini sebagai batas.
Pada musim gugur tahun sebelumnya, Jepang melakukan dua intervensi untuk membeli yen ketika yen jatuh ke level sangat rendah terhadap dolar AS. Salah satu level tersebut tepatnya adalah ambang batas 145.
Dalam beberapa minggu terakhir, pasangan dolar/yen telah beberapa kali melewati garis ini. Namun, pihak berwenang Jepang tetap bersikap tenang dan membatasi reaksi mereka terhadap ancaman rutin melawan para spekulator mata uang.
Mengingat hal ini, beberapa analis menyimpulkan bahwa ambang batas intervensi mungkin telah bergeser ke level yang lebih tinggi yaitu 150. Hal ini akan membuka jalan bagi kelanjutan pertumbuhan pasangan USD/JPY.
Namun, tidak semua ahli menganut pandangan ini. Beberapa pakar percaya bahwa saat ini, fokus otoritas moneter tidak akan berada pada ambang batas tertentu, tetapi lebih pada laju penurunan JPY.
Sulit untuk mengatakan laju penurunan yen mana yang dianggap ekstrem. Namun, pengacuan pada angka tahun lalu mungkin bisa membantu.
Tiga minggu sebelum 21 Oktober 2022, ketika Jepang melakukan intervensi pembelian yen kedua, yen melemah sebesar 4,8% terhadap dolar. Sebagai perbandingan, pada bulan ini, mata uang Jepang hanya terdepresiasi sebesar 1,5% terhadap mata uang Amerika.
Namun, pernyataan pejabat tinggi Jepang baru-baru ini menunjukkan bahwa depresiasi yen yang sedang berlangsung merupakan kekhawatiran utama pemerintah.
Kemarin, Hiromi Yamaji, kepala Japan Exchange Group, menyatakan bahwa penurunan nilai JPY baru-baru ini telah mengakibatkan efek samping ekonomi yang negatif, terutama kenaikan biaya impor, terutama untuk sumber energi utama seperti minyak.
Dalam pandangannya, pihak berwenang saat ini mempunyai dua solusi: memperketat kebijakan moneter atau melakukan intervensi di pasar mata uang.
Karena Jepang belum memenuhi syarat utama untuk opsi pertama (mencapai inflasi stabil sebesar 2%), beberapa ahli yakin Jepang mungkin akan memilih opsi kedua.
Jika pidato Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, besok ternyata bersifat hawkish dan menyebabkan gejolak pasar, kemungkinan besar Tokyo tidak akan secara pasif menyaksikan jatuhnya yen kali ini. Para trader harus waspada dan bersiap menghadapi kemungkinan intervensi.