Setelah rilis data inflasi konsumen Inggris yang melebihi ekspektasi, pasangan GBP/JPY sedikit mengurangi kerugian intraday-nya. Namun, pasangan ini gagal menarik minat beli yang signifikan, sebagian karena penguatan yen Jepang.
Menurut data yang diterbitkan oleh Kantor Statistik Nasional Inggris (ONS), Indeks Harga Konsumen (CPI) tahunan naik dari 2,6% menjadi 3,5% pada bulan April—tingkat tertinggi dalam setahun. CPI inti tahunan, yang tidak termasuk harga energi dan makanan, juga meningkat dari 3,4% menjadi 3,8%, jauh melebihi ekspektasi dan target 2,0% dari Bank of England. Hal ini mendorong investor untuk menilai kembali prediksi mereka mengenai kemungkinan pemotongan suku bunga pada tahun 2025, sehingga mendukung pound Inggris.
Namun demikian, para trader tetap berhati-hati di tengah kemungkinan bahwa Bank of England mungkin masih akan memangkas suku bunga setidaknya sekali sebelum akhir tahun. Ini bertentangan dengan meningkatnya ekspektasi kenaikan suku bunga dari Bank of Japan, yang juga mendukung yen. Permintaan yang meningkat untuk aset safe-haven—yang didorong oleh ketegangan perdagangan antara AS dan China serta risiko geopolitik yang lebih luas—juga berkontribusi pada kekuatan mata uang Jepang. Faktor-faktor ini, pada gilirannya, membatasi pemulihan intraday pasangan GBP/JPY.
Akibatnya, meskipun data inflasi membaik, GBP/JPY gagal melakukan rebound yang solid. Latar belakang fundamental yang beragam menunjukkan bahwa trader harus berhati-hati. Sebelum mendapatkan kepercayaan dalam penurunan yang lebih dalam dari level tertinggi lebih dari empat bulan yang dicapai minggu lalu, diperlukan penurunan di bawah level psikologis 193,00, diikuti dengan pengujian Simple Moving Average (SMA) 200 hari. Penurunan di bawah SMA 200 hari akan membuka kemungkinan penurunan yang lebih dalam.
Namun untuk saat ini, osilator pada grafik harian tetap berada di wilayah positif, memberikan pasangan ini kekuatan yang cukup untuk bertahan di atas level-level kunci ini.
