Seiring Amerika Serikat yang terus membangun menara ekonomi dari tarif, langkah lain yang diambil oleh Presiden Donald Trump telah menyeret ekonomi Jepang kembali ke jurang resesi. Menurut survei Bloomberg, PDB Jepang sepertinya turun 1,2% pada kuartal ketiga tahun 2025, menandai kontraksi pertama setelah lima kuartal berturut-turut mengalami pertumbuhan, karena ekonomi tampaknya mulai pulih.
Alasan utamanya adalah kapal ekspor Jepang kini berhadapan langsung dengan gunung es tarif AS sebesar 15%. Meskipun tarif tersebut lebih rendah dari ancaman awal sebesar 25%, tarif tersebut masih cukup tinggi untuk memberikan tekanan serius bagi produsen Jepang. Eksportir otomotif sangat terpukul, Toyota, Honda, dan Nissan terpaksa memangkas harga karena mereka bergulat dengan dampak tarif, berusaha untuk tidak menjadi simbol krisis industri yang akan datang.
Produksi industri di Jepang sedikit menurun, penjualan elektronik pun jatuh, dan belanja ritel menurun juga, meskipun ada harapan untuk momentum yang berkelanjutan. Beberapa pihak kini berharap Perdana Menteri Sanae Takaichi yang baru dilantik bukan sekadar seremonial, melainkan stimulus ekonomi yang kuat untuk melawan dampak tarif dan membantu memulihkan PDB Jepang.
Yang memperburuk keadaan, inflasi yang saat ini dua kali lipat target Bank of Japan semakin menekan anggaran rumah tangga. Konsumen Jepang semakin terpaksa memilih antara bahan pokok seperti beras dan produk teknologi.
Pada tingkat ini, Jepang sepertinya akan menjadi negara ekonomi sekutu utama pertama yang terdampak serius oleh tarif AS, karena kebijakan perdagangan Trump memberikan pukulan telak bagi ekonomi terbesar keempat di dunia tersebut.