Lira Turki terus kehilangan nilainya. Tampaknya mata uang ini telah mencapai titik terendah sepanjang masa. Namun, lira berhasil jatuh lebih dalam. Sejak awal tahun, lira Turki telah kehilangan lebih dari 16%. Tercatat, sejak wabah virus corona, mata uang ini telah terdepresiasi sebesar 44%. Penurunan ini terutama disebabkan oleh penurunan pendapatan pariwisata dan percepatan tajam pertumbuhan inflasi. Penduduk negara tersebut tidak mempercayai kebijakan keuangan yang dilakukan oleh otoritas lokal. Itu sebabnya mereka harus menginvestasikan tabungan mereka dalam aset yang lebih stabil, termasuk mata uang lain, aset crypto, dan emas. Terlebih, gelombang devaluasi baru telah dipicu oleh pembayaran utang luar negeri yang akan datang. Pada bulan Juni, perusahaan-perusahaan Turki harus membayar senilai $6,9 miliar, jumlah terbesar dalam 10 bulan terakhir. Tercatat, utang luar negeri jangka pendek Turki melebihi $180 miliar. Lira jatuh di tengah ketidakpercayaan yang luar biasa terhadap bank sentral yang tidak mampu mengendalikan inflasi dan mengambil keputusan independen. Pada saat yang sama, kebijakan moneter didasarkan pada pandangan ekonomi yang tidak biasa dari presiden negara tersebut, Recep Erdoğan. Ia dengan tulus percaya bahwa suku bunga yang tinggi meningkatkan inflasi. Dalam dua tahun terakhir, Recep Erdoğan telah memecat tiga gubernur bank sentral. Belakangan ini, ia telah memecat satu dari empat deputi gubernur bank sentral. Tercatat, meningkatnya ketegangan geopolitik menjadi alasan lain bagi penurunan lira Turki.
