Dalam dunia keuangan, mata uang bersaing ketat untuk memperebutkan status mata uang cadangan dunia. Hingga saat ini, AS belum terlalu peduli dengan tren de-dolarisasi. Sementara itu, tren ini mendapatkan daya tarik di seluruh dunia karena sejumlah negara memiliki dendam terhadap AS atas retorika proteksionis, perang perdagangan, dan sanksi ekonomi.
Baru-baru ini, sejak Uni Eropa memasuki kompetisi, Washington mengendus ancaman serius terhadap posisi Dolar AS. Memang, tidak seperti Bolivar Venezuela, Rubel Rusia, atau Rial Iran yang semuanya terkena dampak sanksi AS, Euro adalah pesaing kuat untuk gelar mata uang cadangan utama dunia. Selain itu, mata uang tunggal Eropa tersebut akan sesuai dengan kebutuhan semua negara yang terpengaruh oleh kebijakan proteksionis Washington. Bahkan China dengan senang hati akan mengganti Greenback dengan Euro untuk transaksi internasional. Joe Biden tidak mungkin meredakan ketegangan perdagangan dengan Beijing, sehingga Euro memiliki peluang untuk sukses.
Negara-negara di bawah sanksi AS berbagi sudut pandang bahwa Euro adalah alternatif yang paling layak untuk Dolar AS. Para pemimpin Uni Eropa telah menyatakan pendirian mereka tentang de-dolarisasi. Brussel terus maju dengan gagasan untuk memperkuat status Euro demi mengurangi ketergantungan UE pada Dolar AS. Komisi Eropa telah menyetujui bagan tentang cara meninggalkan mata uang AS.
Paolo Gentiloni, Komisaris Ekonomi Eropa, mengatakan bahwa melalui de-dolarisasi Brussel ingin melindungi perekonomian UE dari guncangan valas. Saat ini, mata uang AS menyumbang 63% dari cadangan devisa di seluruh dunia, sedangkan Euro hanya 20%.