FX.co ★ Tujuh pemimpin negara terkorup dalam sejarah modern

Soeharto

Soeharto memerintah di Indonesia sejak tahun 1976 hingga 1998, mendirikan rezim otoriter yang berlangsung selama lebih dari tiga dekade. Meskipun ia secara resmi menjalankan kebijakan pembangunan dan stabilitas ekonomi, dalam praktiknya ia mengubah jabatan presiden menjadi alat untuk memperkaya diri sendiri. Ia diperkirakan menggelapkan uang hingga $35 miliar melalui yayasan semu dan mengendalikan struktur "amal". Terlepas dari skala tuduhannya, Soeharto tidak pernah diadili. Ia meninggal pada tahun 2008, meninggalkan warisan sangat kontroversial dari seorang "bapak bangsa" hingga simbol pemerintahan yang korup.

Ferdinand Marcos

Ferdinand Marcos menjabat sebagai Presiden Filipina sejak tahun 1972 hingga 1986, ia memberlakukan darurat militer dan mengubah negara tersebut menjadi negara otoriter. Pemerintahannya ditandai oleh penindasan, kronisme, dan penggelapan dana publik secara besar-besaran yang diprediksi mencapai sekitar $7,5 miliar. Pada tahun 1986, setelah protes massal yang dikenal sebagai Revolusi Kekuatan Rakyat atau Revolusi EDSA, Marcos melarikan diri ke Hawaii, membawa serta uang tunai, emas, dan permata. Ia meninggal di pengasingan pada tahun 1995, upaya untuk kembali mendapatkan aset yang dicuri masih berlangsung.

Viktor Yanukovych

Viktor Yanukovych memegang berbagai jabatan-jabatan penting di Ukraina dari tahun 2002 hingga 2014, termasuk perdana menteri dan presiden. Pemerintahannya ditandai oleh meningkatnya konsolidasi kekuasaan dan keputusan politik yang kontroversial, Kejatuhannya terjadi pada tahun 2014 setelah menolak integrasi UE demi hubungan yang lebih erat dengan Rusia, sehingga memicu protes massa, Euromaidan. Yanukovych pun meninggalkan negara itu dari kerusuhan. Total kerugian akibat tindakannya diperkirakan mencapai $5 miliar. Saat ini ia tinggal di Rusia dan telah dihukum secara absentia di Ukraina.

Mobutu Sese Seko

Mobutu Seko Seko memerintah Zaire (saat ini Republik Demokratik Kongo) sejak tahun 1965 hingga 1997, mempertahankan kekuasaan selama lebih dari tiga dekade dengan dukungan dari negara-negara Barat selama Perang Dingin. Pemerintahannya menjadi simbol kleptokrasi: anggaran negara digunakan sebagai perbendaharaan pribadi. Sementara negara itu terjerumus dalam kemiskinan, Mobutu membeli istana, jet pribadi, dan pergi berbelanja di Paris. Total korupsinya diperkirakan mencapai $5 miliar. Ia digulingkan pada tahun 1997 dan meninggal di pengasingan tidak lama setelahnya dan tidak pernah dimintai pertanggungjawaban.

Sani Abacha

Sani Abacha menjabat sebagai presiden Nigeria sejak tahun 1993 hingga 1998, berkuasa selama masa kejayaan minyak. Meskipun ekonominya sedang tumbuh pesat, masa jabatannya dikenang karena pencurian besar-besaran: melalui kontrak palsu, rekening luar negeri, dan perusahaan cangkang, ia menggelapkan antara $2 miliar dan $5 miliar. Satu rekening di Pulau Jersey sendiri diprediksi menyimpan $267 juta dana curian. Abacha meninggal tiba-tiba pada tahun 1998 dalam keadaan misterius. Kampanye internasional untuk mendapatkan kembali aset yang dicuri dimulai setelah kematiannya, tetapi sebagian besar masih belum ditemukan.

Najib Razak

Najib Razak merupakan Perdana Menteri Malaysia dari tahun 2009 hingga 2018 dan menjadi tokoh utama dalam salah satu skandal korupsi terbesar dalam sejarah modern, kasus 1MDB. Skandal tersebut melibatkan dana investasi negara yang lenyap $4,5 miliar. Investigasi mengungkapkan bahwa lebih dari $1 miliar telah ditransfer ke rekening pribadi Razak. Pada tahun 2022, ia dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman 12 tahun penjara. Ini merupakan contoh langka dari seorang pejabat tinggi yang menghadapi konsekuensi nyata atas korupsi.

Slobodan Milošević

Slobodan Milošević menjabat sebagai presiden Serbia dan Yugoslavia dari tahun 1989 hingga 2000 dan merupakan tokoh utama dalam peristiwa tragis Perang Balkan. Di samping tuduhan kejahatan perang, pemerintahannya juga ditandai oleh korupsi skala besar. Ia diduga menggelapkan sekitar $1 miliar melalui skema gelap dan transfer luar negeri. Pada tahun 2001, Milošević ditangkap dan diserahkan ke Pengadilan Kriminal Internasional PBB di Den Haag, tempat ia diadili atas kejahatan politik dan keuangan. Ia meninggal dalam tahanan pada tahun 2006 sebelum vonis dijatuhkan.