Menurut Bloomberg, pada kuartal ketiga tahun 2023, perekonomian AS tumbuh paling cepat dalam dua tahun terakhir. Namun, fakta ini justru menimbulkan kekhawatiran di kalangan pihak berwenang. Akibatnya, para pejabat Federal Reserve menemui jalan buntu, tidak tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Para analis memperkirakan bahwa “percepatan yang mengejutkan tersebut terutama didorong oleh konsumen yang memperoleh manfaat dari pertumbuhan lapangan kerja yang tangguh, meningkatnya kekayaan, dan berkurangnya inflasi.”
Berdasarkan kondisi saat ini, para ekonom memperkirakan bahwa perekonomian dapat meningkat 4,5% secara tahunan pada kuartal ketiga. Perkiraan ini dua kali lipat melebihi perkiraan sebelumnya. Pertumbuhan tersebut bisa menjadi yang paling signifikan sejak tahun 2021, ketika perekonomian negara tersebut berusaha mengatasi dampak pandemi.
Kebanyakan pakar terkejut dengan lonjakan belanja konsumen. Bahkan, Federal Reserve tidak memperkirakan lonjakan sebesar itu. Sementara itu, Presiden AS Joe Biden mungkin akan mengumumkan efektivitas kebijakan ekonominya dalam memerangi lonjakan inflasi.
Bagi Jerome Powell, situasinya tidak begitu menyenangkan. Faktanya, pada Maret 2022, bank sentral AS mulai menaikkan suku bunga acuan dengan sangat tajam untuk memerangi inflasi, mengurangi permintaan, dan menghindari resesi. Akibatnya, inflasi turun di tengah berkurangnya gangguan pada rantai pasokan global. Namun, permintaan domestik tetap stabil, seperti pasar tenaga kerja AS yang masih meningkatkan belanja konsumen.
Dalam hal ini, tanda-tanda pertumbuhan ekonomi yang stabil mungkin tidak berguna. Hal ini bahkan mungkin menghambat keberhasilan Federal Reserve dalam memerangi inflasi. Terlebih lagi, ekspansi ekonomi jangka panjang dapat menjadi alasan pengetatan kebijakan moneter. Meski demikian, Fed mempertahankan suku bunga tidak berubah namun tidak mengecualikan kenaikan baru dalam waktu dekat.
